Tampilkan postingan dengan label ASKEP. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ASKEP. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Agustus 2009

Terapi Aktifitas Kelompok

KELOMPOK I
TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK


Topik : Terapi Aktifitas Kelompok dengan fokus stimulasi persepsi gambar.

Tujuan Umum : Pasien dapat mempersepsikan stimuli gambar secara tepat

Tujuan Kusus : - pasien dapat menyebutkan gambar
- memberikan pendpat tantang gambar
- dapat memberikan tanggapan pendapat orang lain

Kriteria anggota kelompok :
1. Klien dengan gangguan persepsi
2. klien yang kooperatif.
3. klien yang kronis.
4. Inisiatif, Ide menurun / berhubungan dengan nilai dan pengalaman.

Proses seleksi.
- THERAPIS : - Leader.
- Co Leader.
- Observer.
- Anggota : - Fasilitator.
- Pasien / klien.

Pelaksanaan.
1. Hari / Tanggal : Sabtu, 11 September 2004.
2. Tempat : SIKES Muhammadiyah Gombong.
3. Waktu : 10. 00 s/d 11.00 WIB.
4. Kediatan : Membaca buku dan majalah (diskusi).

Metode : Interpersonal.
- Pengorganisasian .

Media : Gambar

Mekanisme / kegiatan :
A. Pre interaksi / persiapan
- evaluasi diri ( knolage, afektif, psikomotor )
- evaluasi klien ( pengkajian, seleksi )
- menentukan rencana kegiatan
B. Orientasi
-orientasi diri ( siapa saya, siapa anda, peran saya apa, peran anda apa )
-orientasi masalah ( validasi data )
-orientasi tujuan ( kontrak waktu, topik )
-aturan diskusi disampaikan
C. Kerja
-pasien diajak untuk menyebutkan gambar yang pertama kali di tunjukan
-interaksi dengan anggota kelompok
D. Terminasi
-resume / evaluasi
-S
-O :

-A
-P : - RTL ( nanti setelah ini apabila anda bertemu dengan orang yang belum anda kenal, maka sebutkan nama )
- topik yang akan datang














Tugas – tugas Therapist.
1. Leader :
- Mengenalisa / mengobsevasi pola-pola komunikasi di kelompok.
- Mengarahkan kelompok (tujuan, peraturan).
- Rol Model (menjadi motivator).
- Memfasilitasi ekpresi perasaan, pendapat dan umpan balik.
- Mengarahkan dan memimpin jalannya therapi kelompok.
2. Co leader :
- Membantu Leader.
3. Fasilitator :
- Ikut serta dalam kegiatan kelompok.
- Membantu leader memfasilitasi anggota berperan aktif dan memotifasi anggota.
4. Observer :
- Observer respon klien.
- Mencatat semua prosesdan perhubungan perilaku klien.
- Memberikan umpan balik pada kelompok.

WATER BIRTH

Water Birth, Melahirkan Dalam Air




RASA sakit saat melahirkan adalah kodrat wanita. Kini rasa sakit itu dapat disiasati. Anda ingin melahirkan normal tapi tidak terlalu sakit? Anda bisa coba metode water birth, melahirkan di dalam air. Metode ini diyakini sebagai cara melahirkan dengan tingkat kesakitan jauh berkurang.
Adalah Oppie Andaresta, penyanyi, memilih melahirkan normal di dalam air awal Juli lalu. Pilihannya didasari oleh keinginannya melahirkan serba alamiah dan jauh dari stres. Oppie melahirkan di Klinik Bumi Sehat, di Mas Ubud, Nyuh Kuning, Ubud, Bali. Sebelum persalinan, hari-hari Oppie diisi dengan yoga, meditasi, latihan nafas dan berjalan-jalan di pantai Kuta.
Saat bukaan sudah sepuluh, kata Oppie, bidan memberi aba-aba Ok, satu kali lagi push, baby akan keluar. Saat itu, ia merasakan buah hatinya ‘lolos’ begitu saja tanpa merasakan sakit. Selanjutnya, bayi di tempelkan ke dadanya dan langsung memberi ASI.
Sama seperti Oppie, pesinetron, Natalie Margaretha mengaku proses persalinan awal November lalu sangatlah berbeda, dibandingkan ketika dia melahirkan anaknya terdahulu, dengan operasi cesar. Meski tak bisa membandingan rasa sakitnya, namun, Natalie mengaku merasa lebih rileks dan tak merasakan sakit pascapersalinan. Hari-hari sebelum persalinan, Natalie mengisinya dengan latihan terapi hipnobirthing yang diajarkan Lanny Kuswandi.
Secara umum ada dua pilihan melahirkan, yakni normal (pervaginam) dan cesar (perabdominam). Water birth adalah pilihan lain melahirkan secara normal. Di negara Eropa Timur, Amerika, Australia, dan beberapa negara Asia, cara ini menjadi pilihan ibu-ibu untuk melahirkan. Di Indonesia, water birth tergolong sangat baru. Di Jakarta, baru beberapa rumah sakit yang menyediakannya,
Menurut Dr. Ivan R. Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG, Vice President Director Bundamedik, kelahiran dengan water birth sebenarnya bukanlah metode baru di dunia kebidanan dan kandungan. Metode ini muncul di Rusia tahun 1960-an, yang diperkenalkan olehy Igor Tjarkovsky. Selanjutnya berkembang di Perancis akhir tahun 60-an, dan Amerika tahun 1961.
Melahirkan di air tidak jauh berbeda dengan melahirkan normal pada tempat tidur. Hanya saja, proses kelahiran dibuat sefisiologis mungkin. Dalam hal ini, si ibu biasanya tidak begitu merasakan rasa sakit seperti ketika persalinan normal di atas tempat tidur.
Pada dasarnya, proses dan prosedur persalinan dalam air sama saja dengan proses normal lainnya. Hanya saja tempatnya berbeda, yakni dalam kolam yang di dalamnya berisi air.
Proses kelahiran di air tergolong sangat simpel. Pada pembukaan keenam, pasien dimasukkan kedalam kolam khusus, yang berisi airnya hangat. Air hangat ini membuat kulit vagina menjadi elastis sehingga proses kelahiran lebih mudah dan cepat,
Kolam berisi air hangat itu, tambah Lanny Kuswandi, praktisi relaksasi dan mantan bidan RS. Carolus, yang kerap mendampingi ibu-ibu melahirkan di dalam air, memberikan rasa nyaman, tenang, dan rileks. Sehingga membuat proses mengejan tidak terlalu berat.
“Air hangat juga mampu menghambat implus-implus saraf yang mengantarkan rasa sakit. Selain itu, vagina akan menjadi lebih elastis, dan lunak. Sehingga proses mengejan tidak perlu terlalu keras. Cukup pelan-pelan, bahkan bila lancar kemaluan tidak perlu dijahit,” kata Lanny.
Dr. Ivan menambahkan, saat proses persalinan, suami bisa membantu memberikan pijatan-pijatan di punggung istri, tujuannya agar merasa lebih rileks dan nyaman.Biasanya, proses persalinannya sendiri memakan waktu 1-2 jam. Selanjutnya, setelah bayi keluar, dokter atau bidan akan mengangkat bayi ke permukan dan langsung memberikan pada sang ibu untuk diberikan ASI.
Bayi yang dilahirkan melalui persalinan water birth dipastikan tidak akan mengisap air yang membuatnya sulit bernapas. “Karena ketika bayi akan lahir, ia masih bernapas dengan ari-ari (tali pusar) yang masih tersambung ke perut ibu. Jadi, tidak ada masalah saat bayi dilahirkan dalam air,” jelas Dr. Ivan.
Syarat Water Birth
Tidak semua rumah sakit melengkapi fasilitas persalinannya dengan metode water birth. Selain dibutuhkan tenaga medis yang terlatih, rumah sakit juga harus memilliki kolam bersalin berdesain khusus (birth pool).
Beberapa persyaratannya, selain kolam bersalin khusus, yang biasanya berukuran antara 1,6 x 1,2 atau 2 m. Volume air di dalam kolam berada di bawah pusar ibu, baik ketika proses melahirkan dengan duduk, berdiri atau sambil tiduran.
Airnya juga harus steril. Menurut Dr. Ivan, kolam yang sudah disterilisasi, diisi air yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh, yaitu sekitar 37 derajat Celcius. Besarnya angka derajat itu memiliki kesamaan dengan air ketuban.
Hal ini agar bayi tidak merasakan perbedaan suhu yang ekstrem antara di dalam perut dengan di luar. Selain itu, agar bayi tidak mengalami hipotermia (suhu tubuh terlalu rendah) atau hipertermia (suhu tubuh terlalu tinggi).
Kata Dr. Ivan lagi, fasilitas pendukung lainnya adalah pompa pengatur, agar air tetap bersirkulasi. Di RS Bunda, tempat ia berpraktik, airnya menggunakan air suling, sehingga pasien tidak perlu takut jika terminum. Selain itu, RS Bunda juga menyajikan bebauan aromaterapi serta musik rileksasi.
Ada beberapa syarat untuk melakukan proses melahirkan melalui media air ini ada syaratnya. Pertama, proses kelahiran dikehendaki melalui jalan lahir normal. Kedua, tidak ada infeksi. Ketiga, posisi bayi dalam rahim pada kondisi normal, tidak terbalik (sungsang). Keempat, ibu tidak memiliki penyakit menular, Dan kelima, ketuban belum pecah sebelum masuk ke dalam kolam air.
WATER BIRTH MELAHIRKAN TANPA RASA SAKIT DAN MENYENANGKAN
[ image disabled ] Rasa sakit saat melahirkan merupakan kodrat wanita. Tapi jangan khawatir, rasa sakit itu kini sudah dapat “diakali”.

Para calon ibu kini dapat memilih proses melahirkan di dalam air (water birth) yang dapat mengurangi, bahkan menurut sebagian ibu- menghilangkan rasa sakit! Anak yang dilahirkan sehat, si ibu juga segar.

Di luar negeri seperti Rusia dan Australia, metode melahirkan di air cukup lama dipraktikkan, sementara di Indonesia baru dikenal sekitar setahun terakhir. Kendati metode melahirkan di air ini belum begitu populer di Indonesia, namun sejumlah tempat di Jakarta seperti Sam Marie Hospital dan sebuah klinik bersalin di Desa Ubud, Bali sudah melaksanakan proses melahirkan di air ini.

Liz Adianti (33 tahun) adalah ibu Indonesia yang pertama kali melakukannya, tepatnya pada Oktober 2006. Wanita yang bekerja sebagai karyawati sebuah operator seluler ini mengaku ketertarikannya dengan metode melahirkan ini. Diawali dari kekhawatirannya akan rasa sakit saat melahirkan normal, ia lantas mencari informasi hal apa yang dapat mengurangi rasa sakit tersebut.

[ image disabled ] "Sebenarnya saya sudah ingin melakukannya sejak kehamilan anak pertama, peralatannya pun sudah dibeli dan disiapkan bersama suami, tapi karena di Indonesia belum populer kami pun sulit mendapat perizinan medis dari rumah sakit. Akhirnya, saya baru bisa mewujudkannya saat kelahiran anak kedua," ungkap Liz.

Dia menambahkan, berkurangnya rasa sakit kemungkinan disebabkan ibu berendam dalam air hangat yang membuat rileks dan nyaman, sehingga rasa sakit dan stres pun berkurang. Hal itu dibenarkan dr T Otamar Samsudin SpOG (Spesialis Obstetri dan Ginekologi). Menurut dia, mengurangi rasa sakit adalah tujuan utamanya, sedangkan secara teknis melahirkan dalam air pada dasarnya sama seperti melahirkan normal.

Proses Melahirkan
Proses dan melahirkan dia air sama saja dengan melahirkan normal, hanya tempatnya yang berbeda. Dilakukan di dalam sebuah kolam cukup besar (berukuran 2 meter) yang terbuat dari plastik dengan benjolan-benjolan pada alasnya agar posisi ibu tidak merosot.

"Posisi saat akan melahirkan bisa sambil duduk, sambil nungging, atau terserah bagaimana nyamannya si ibu," ujarnya.

[ image disabled ] Selain kolam plastik, fasilitas pendukung lainnya adalah pompa pengatur agar air tetap bersirkulasi, water heater untuk menjaga air tetap hangat, serta termometer untuk mengukur suhu. Kolam yang sudah disterilisasi kemudian diisi air yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh, yaitu sekitar 36-37°C.

"Ini bertujuan agar bayi tidak merasakan perbedaan suhu yang ekstrem antara di dalam perut dengan di luar, dan agar bayi tidak mengalami hipotermia," ungkap Otamar.

Selanjutnya ibu mengejan seperti biasa. Mengingat tempatnya di air, bayi yang baru keluar otomatis terendam dulu selama beberapa saat di dalam air (sekitar 5-10 detik). Ini tidak masalah karena suhu air hampir sama dengan suhu cairan ketuban tempat si bayi “berenang” sebelum dilahirkan.

"Itu sebabnya ketika baru keluar, si bayi tidak menangis, mungkin dia merasa seolah seperti belum lahir karena kondisinya sama antara di dalam dan di luar," tutur Otamar.

Risiko dan Prasyarat
Mengenai risiko, dokter yang juga berpraktik di beberapa rumah sakit ibukota ini mengatakan, melahirkan di air tetap ada batasan dan pertimbangan medis yang tidak diperkenankan. "Seperti panggul si ibu kecil, bayi lahir sungsang atau melintang dan ibu yang sedang dalam perawatan medis, penyakit herpes dan lain-lain," sebut Otamar.

Ibu yang mengidap penyakit herpes disarankan untuk tidak melahirkan dengan metode ini, karena kuman herpes tidak mati di dalam air sehingga dapat menular kepada bayi melalui mata, selaput lendir dan tenggorokan bayi.

Syarat lainnya, proses melahirkan di dalam air tidak bisa dilakukan sembarangan, kendati terlihat mudah. Pengawasan dari pihak medis tetap diperlukan untuk menjaga terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

[ image disabled ] Aspek higienitas juga memegang peranan penting karena bayi yang baru lahir rentan infeksi. Kolam plastik yang digunakan harus dipastikan benar-benar bersih dan steril. Selain itu, penggunaan air hangat juga bisa membunuh virus dan bakteri. Lantas bagaimana dengan kemungkinan air terminum oleh bayi? Dokter T Otamar Samsudin SpOG mengatakan, hal itu sebetulnya tidak masalah asalkan air dipastikan steril.

"Jika air terminum oleh si bayi, sebetulnya tidak masalah dan kita semua toh sudah biasa minum air. Bayi juga tidak akan terinfeksi karena airnya encer dan steril (air hangat). Yang berbahaya adalah kalau si bayi minum air ketuban karena bisa tersangkut di paru-parunya," pungkasnya. (berbagai sumber)

Keuntungan Melahirkan di Air
1. Rileks dan nyaman. "Rasanya seperti sehabis berenang saja, segar dan tidak berkeringat," kata ibu Liz Adiyanti.
2. Si jabang bayi bersih karena tidak banyak darah yang keluar.
3. Mengurangi rasa stres dan sakit.

Tips Melahirkan di Air
1. Pertama-tama yang penting kemauan dan keyakinan untuk melahirkan di air.
2. Mengikuti senam hamil saat kehamilan, untuk pernapasan dan kelenturan lubang vagina sehingga memudahkan kelahiran si bayi.
3. Untuk media kolamnya Anda tidak perlu khawatir, karena biasanya rumah sakit yang melayani melahirkan di air menyediakan fasilitas untuk itu. Dan untuk menjaga kesterilan, setiap ibu mendapat 1 kolam.
4. Menyiapkan data lengkap, seperti cek laboratorium.


Melahirkan dalam air, cepat dan tanpa rasa sakit
Written by Administrator
Thursday, 09 August 2007


Harus Diet untuk Mencairkan Darah
Setelah lega karena berhasil hamil, saya kembali mendapat masalah baru. Dokter menemukan bahwa kekentalan darah saya tinggi, sehingga jika dibiarkan, darah tidak dapat masuk ke dalam plasenta, dan janin dalam kandungan pun tidak akan mendapat suplai makanan sehingga mengancam kehidupannya.
Untuk mengatasi hal itu, saya harus menghindari makan makanan seperti seafood, telur asin, makanan bersantan, kulit dan ayam broiler. Saya hanya boleh makan daging, sayur-sayuran, dan ikan air tawar agar kadar kekentalan darah saya dapat turun. Saya tak masalah pantang makan beberapa jenis makanan, meski kadang-kadang saya rindu juga makan seafood, makanan kegemaran saya. Setiap hari, saya juga harus makan tomat, karena menurut dokter, jus tomat dapat menurunkan kadar kolesterol yang tinggi. Gel berwarna kuning yang menyelubungi biji tomat juga dapat menjaga sel-sel dan partikel kecil yang disimpan dalam plasma darah dan menghambat pembekuan darah. Pembekuan darah dapat menyebabkan kematian pada janin karena darah jadi tidak dapat mengalirkan makanan untuk janin.
Bersalin di Dalam Air
Pada malam tanggal 8 Februari 2007, saya keluar vlek. Saya pun masuk RS Sam Marie di bilangan Jalan Wijaya, Kebayoran Baru. Setelah mengecek kondisi saya, dokter menyatakan saya sudah pembukaan dua. Setelah menjalani pemeriksaan CTG (Cardiotocography, pemeriksaan untuk mengecek detak jantung janin di dalam kandungan, jarak kontraksi, dan lainnya yang berhubungan dengan kondisi sebelum persalinan, red), dokter memutuskan untuk melakukan observasi dan melihat perkembangan kondisi saya selama empat jam ke depan.
Dokter mengatakan saya akan melahirkan sekitar pukul 5 atau 6 pagi esok harinya. Tapi ternyata, itu hanyalah taktik dokter supaya saya tidak stres menunggu-nunggu saat persalinan. Saat itu saya memang panik, karena ini adalah kehamilan pertama saya. Beberapa jam kemudian, saya mulai merasakan kontraksi-kontraksi kecil. Dokter pun memberikan pilihan pada saya: jalan-jalan agar proses persalinan terjadi lebih cepat, atau tidur saja dan berisitirahat. Karena ingin cepat melahirkan, saya pun memilih untuk jalan-jalan di sekitar koridor rumah sakit ditemani oleh suami saya, Hadidjasa.
Memilih Water Birth
Salah satu dokter kenalan saya pernah menyarankan saya untuk melahirkan dengan metode water birth saja, jauh sebelum saya tahu mengenai metode persalinan tersebut. Menurut beliau, rasa sakit yang ditimbulkan dari persalinan di dalam air jauh lebih sedikit daripada proses persalinan lain.
Berdasarkan saran tersebut dan pertimbangan bahwa belum banyak orang yang melakukannya pada saat itu, saya akhirnya memutuskan untuk mencoba proses persalinan dalam air. Setelah beberapa kali kunjungan kehamilan di RS Sam Marie, saya lalu mengutarakan keinginan saya itu kepada Dr. Otamar Samsudin yang menangani kehamilan saya sejak awal dan kebetulan juga pencipta metode water birth di RS yang sama. Syukurlah beliau mendukung.
Persalinan Yang Cepat
Memasuki tanggal 9 Februari 2007, tepatnya pukul 24.00, saya merasakan kontraksi mulai sering terjadi dalam waktu yang berdekatan, sehingga saya akhirnya harus turun ke ruang bersalin sekitar pukul 01.32 dini hari. Kolam pun segera disiapkan untuk proses persalinan. Di ruang bersalin, saya merasakan kontraksi yang sangat hebat dan sakit sekali. Saya lalu masuk ke dalam kolam pada pukul 01.42.
Setelah berada di dalam kolam, sakitnya kontraksi berangsur –angsur hilang, tetapi saat itu saya merasa seperti kekurangan oksigen dan ingin pingsan. Saya sampai sempat mengatakan pada perawat yang membantu saya bahwa saya tidak sanggup lagi. Perawat terus memberi saya semangat dan mengatakan bahwa saya tidak boleh merasa tidak sanggup. Saya lalu diberi segelas teh hangat agar lebih bertenaga dan tetap terjaga sampai proses persalinan selesai.
Selama tiga menit saya berada di dalam kolam menjelang proses persalinan. Air hangat yang diisikan ke dalam kolam semakin tinggi sampai mencapai batas perut saya, membuat saya lebih relaks. Pukul 01.54 dokter mulai melakukan observasi dan menyuruh saya mengejan sebanyak 5 kali. Tiga menit kemudian, dokter memberitahu bahwa kepala bayi sudah kelihatan, dan saya tinggal mengejan sedikit lagi untuk dapat mengeluarkannya.
Pukul 02.04, kepala bayi sudah keluar sempurna, dan dokter pun memberi saya aba-aba untuk mengejan secara teratur. Pukul 02.07, bayi laki-laki kami, Rayzard Barransya, lahir ke dunia. Prosesnya begitu cepat, sampai-sampai saya tidak merasakan sakitnya mengeluarkan seorang bayi dari rahim saya. Saya malah sempat tidak percaya ketika dokter menyodorkan Rayzard agar dapat saya gendong. Saya pikir hanya di film-film saja wanita yang baru melahirkan diizinkan untuk menggendong bayinya. Ternyata itu juga terjadi pada saya, dan saya merasa sangat lega dan bahagia.
Sampai saat ini, jika ditanya seperti apa sakitnya melahirkan, saya akan menjawab tidak tahu. Saya takjub dengan proses persalinan dalam air yang saya jalani, yang sama sekali tidak mendatangkan rasa sakit. Rayzard yang lahir dengan berat 2,9 kg dan panjang 49 cm pun kini senang bermain di dalam air. Di samping semua itu, saya bersyukur karena berdasarkan hasil pemeriksaan USG terakhir, kista yang semula saya derita ternyata sudah lenyap tak berbekas.

Kejang demam

KEJANG DEMAM

1.Pengertian
Kejang Demam: Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal diatas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia < 6 bulan atau > 3 tahun.

2. Faktor Penyebabnya
 Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan biasanya terjadi di hari pertama demam (bisa juga pada saat demam turun). Kejang karena demam ini biasanya diakibatkan adanya infeksi di dalam tubuh anak, seperti infeksi saluran telinga, atau roseola (menyebabkan kelopak mata membengkak dan bercak2 di tubuh).
 Infeksi otak dan batang tulang belakang (sistem syaraf pusat) . Contohnya meningitis, yaitu kondisi dimana membran (seperti) selimut otak terinfeksi. Atau enchepalitis, yaitu radang otak.

3. Tanda-tanda dan Gejala
 Gerakan tangan, kaki dan muka yang menyentak-nyentak atau kaku
 Bola mata berputar ke arah belakang kepala
 Pernafasan bermasalah hilang kesadaran
 Mengompol
 Muntah
 Suhu badan meningkat - biasanya lebih dari 102 F/ 38.5 C
4. Penanganan kejang demam
 Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak
 Jangan memegangi anak untuk melawan kejang
 jangan diselimuti dengan selimut tebal, karena malah akan menambah demamnya akibat pembebasan panas dari dalam tubuh terhambat. Selain itu, pakaian yang kencang hendaknya dilepaskan
 Memasukkan sendok makan yang dibalut saputangan bersih, lalu gagang sendok diselipkan diantara gigi atas dan bawah. Tujuannya agar jalan napas tetap terbuka dan lidah si anak tidak tergigit sewaktu kejang.
 dengan membalurkan cairan alkohol ke bagian dada, tengkuk, dan dahi si anak. mengusapkan tumbukan bawang merah dicampur jeruk nipis dan sedikit minyak kayu putih pada dada serta perut si anak.
 Bagi yang tidak tahan pada baunya, anak cukup dikompres air hangat suam-suam kuku dengan harapan saat air hangat menguap, panas dari tubuh si anak ikut terangkat.
 Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat
 Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas

Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, , tindakan awal yang mesti dilakukan
PERDARAHAN ANTE PARTUM

Selama fase aktif persalinan sering timbul sedikit perdarahan, yang dikenal dengan 'bloody show'. Hal ini disebabkan oleh pendataran dan dilatasi serviks yang menyebabkan robeknya vena-vena kecil. Perdarahan dari tempat di atas servik sebelum melahirkan merupakan hal yang mengkhawatirkan. Perdarahan dapat disebabkan oleh robeknya sebagian plasenta yang melekat dekat kanalis servikalis – Plasenta previa. Perdarahan juga dapat berasal dari robeknya plasenta dari tempat lain dalam rongga uterus – Solusio plasenta. Walaupun jarang perdarahan dapat juga terjadi akibat insersi velamentosa tali pusat disertai rupture dan perdarahan dari pembuluh darah janin.

SOLUSIO PLASENTA

Definisi. Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir diberi beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage. Beberapa jenis perdarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes diantara selaput ketuban dan uterus dan kemudian lolos keluar menyebabkan perdarahan eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak keluar dari tubuh tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas dn uterus serta menyebabkan perdarahan yang tersembunyi. Solusio plasenta dapat total atau parsial.

Frekuensi dan Kemaknaan
Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran. Intensitas solusio plasenta sering bervariasi tergantung pada seberapa cepat wanita mendapat pertolongan. Angka kematioan perinatal sebesar 25 %. Ketika angka lahir mati akibat kausa lain telah berkurang secara bermakna, angka lahir mati akibat solusio plasenta masih tetap menonjol.


Etiologi
Kausa primer solusio plasenta belum diketahui tetapi terdapat beberapa kondisi terkait



Ris Relatif
Faktor Risiko (%)

Bertambahnya usia dan paritas NA
Preeklamsia 2.1-4.0
Hipertensi kronik 1.8-3.0
Ketuban pecah dini 2.4-3.0
Merokok 1.4-1.9
Trombofilia NA
Pemakaian kokain NA
Riwayat solusio 10-25
Leiomioma uterus NA
NA = tid ak tersedia
Dikutip dari Cunningham dan Hollier (1997); data risiko dari Ananth dkk. (1999a, 1999b) dan Kramer dkk. (1997).

Patologi
Solusio plasenta di awali perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua kemudian terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekat ke endometrium. Akibatnya, proses ini pada tahapnya yang paling awal memperlihatkan pembentukan hematom desidua yang menyebabkan pemisahan, penekanan, dan akhirnya destruksi plasenta yang ada di dekatnya. Pada tahap awal mungkin belum ada gejala klinis.
Pada beberapa kasus, arteri spiralis desidua mengalami rupture sehingga menyebabkan hematom retro plasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak pembuluh darah dan plasenta yang terlepas. Bagian plasenta yang memisah dengan cepat meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena masih teregang oleh hasil konsepsi, uterus tidak dapat beronntraksi untuk menjepit pembuluh darah yang robek yang memperdarahi tempat implantasi plasenta. Darah yang keluar dapat memisahkan selaput ketuban dari dinding uterus dan akhirnya muncul sebagai perdarahan eksternal, atau mungkin tetap tertahan dalam uterus.
Gambaran Klinis
Solutio plasenta ringan
Terjadi rupture sinus masrginalis. Bila terjadi perdarahan pervaginam warna merah kehitaman, perut terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Tetapi bagian-bagian janin masih teraba
Solutio plasenta sedang
Plasenta telah terlepas seperempat sampai duapertiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan seperti pada solution plasenta ringan atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, nyeri tekan, bagian janin sukar di raba., BJA sukar di raba dengan stetoskop biasa. Sudah dapat terjadi kelainan pembekuan darah atau ginjal.
Solutio plasenta berat
Plasenta telah lepas lebih duapertiga luas permukaannya, terjadi tiba-tiba, ibu syok janin meningggal. Uterus tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu. Besar kemungkinan telah terjadi gangguan pembekuan darah dan ginjal.
▪ Diagnosa
Kehamilan yang lebih dari 22 minggu yang disertai dengan gejala-gejala
▪ Sakit perut terus menerus
▪ Nyeri tekan pada uterus
▪ Uterus tegang terus menerus
▪ Perdarahan pervaginam
▪ Syok
▪ BJA tidak terdengar
▪ Palpasi janin sukar karena rahin keras
▪ Fundus uteri makin lama makin naik
▪ VT ketuban tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah)
Komplikasi
• Perdarahan
Tipe perdarahan :
- Perdarahan keluar
- Perdarahan tersembunyi
- Perdarahan keluar dan tersembunyi
• Kelainan pembekuan darah
Terjadi 10 % pada solusio plasenta dengan hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen normal wanita hamil adalah berkisar antara 300 – 700 mg %. Apabila kadar fibrinogen < 100 mg % maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
• Koagulopati konsumtif
Mekanisme utama yang hampir pasti berperan adalah induksi koagulasi intravaskular.
• Gagal ginjal
Ganguan serius pada perfusi ginjal adalah konsekuensi perdarahan massif. Terapi perdarahan secara dini dan agresif dengan darah dan kristaloid sering dapat mencegah disfungsi ginjal secara klinis.
• Uterus Couvelair
Mungkin terjadi ektravasasi luas darah kedalam otot uterus dn dibawah lapisan serosa otot uterus. Efusi darah semacam ini kadang juga ditemukan di bawah serosa tuba, jaringan ikat ligamentum latum serta bebas di rongga peritoneum. Perdarahan miometrium ini jarang sampai mengganggu kontraksi uterus dan bukan merupakan indikasi histerektomi.
• Syok
Syok pada solusio plasenta tidak sebanding dengan jumlah perdarahannya. Diperkirakan bahwa tromboplastin dari desidua dan plasenta masuk ke sirkulasi ibu dan memicu koagulasi intravascular serta gambaran lain sindrom emboli cairan amnion termasuk hipotensi.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermamfaat pada janin masih imatur serta bila solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra uterine aman.Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di anggap kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata secara klinis
2. aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi persalinan pervaginam.



By.A@ SOIM H
PERDARAHAN POSTPARTUM
I. Defenisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998
II. .
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.

Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).

II. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.
Tanda yang sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi Uterus

Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;
• Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
• Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inversi uteri primer dan sekunder.

III. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat

IV. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
• Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah
tersebut menjadi kuat.
• Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang.

Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.

Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Gambar 1. Perdarahan Postpartum Akibat Atonia Uteri

Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.

Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim.
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.

Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi

Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.

Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri

Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Gejala klinis inversio uteri :
- Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
- Pemeriksaan dalam :
1. Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
3. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma

Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.


Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
- Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri


- Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.

- Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika

Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.


V. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

VI. Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
• Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
• Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.


• Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
• Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.
• Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
• Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus secara efektif
• Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
• Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
• Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.

Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia
Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut:
• Pasang infus.
• Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
• Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
• Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
• Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
• Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
• Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi aorta.
Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
• Pemberian uterotonika intravena.
• Kosongkan kandung kemih.
• Menekan uterus-perasat Crede.
• Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.
Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan sebagai pertolongan pertama.
Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir
Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.
Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan pemberian uterotonika intravena.

VII. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
1) Suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C – 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia
2) Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
3) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
4) Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.

b. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
2. Sistem vaskuler
§ Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya
§ Tensi diawasi tiap 8 jam
§ Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
§ Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
§ Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.

3. Sistem Reproduksi
a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau
c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)

4. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain
5. Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
6. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir
VIII. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.

Pengkajian terhadap klien post meliputi :
- Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain
- Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
- Riwayat obstetrik
a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT
b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
1. Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta
2. Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir
3. Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
d. Riwayat Kehamilan sekarang
1. Hamil muda, keluhan selama hamil muda
2. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
3. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari
a. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
b. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.
BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
c. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
d. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.

B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian, respon fisiologis
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb
5. Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi

C. Rencana Keperawatan pada Pasien Perdarahan Postpartum

No Diagnosa Intervensi Rasional
1 Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan

DO:
- Hipotensi
- Peningkatan nadi,
- Penurunan volume urin,
- Membran mukosa kering,
- Pelambatan pengisian kapiler
DS:
- Ibu mengatakan urin sedikit
- Ibu mengatakan pusing dan pucat
- Ibu mengatakan kulit kering dan bersisik

Tujuan :
Volume cairan adekuat

Hasil yang diharapkan:
- TTV stabil
- Pengisian kapiler cepat
- Haluaran urine adekuat

Mandiri:
1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor penyebab atau memperberat perdarahan seperti laserasi, retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion.

2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung pembalut ; simpan bekuan darah, dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.

3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis

4. Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar, kuku, membran mukosa dan bibir.
5. Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan bagi arteri pulmonal, bila ada

6. Pantau masukan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien
7. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis


- Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan untuk memberikan kesempatan mencegah terjadinya komplikasi


- Perkiraan kehilangan darah, arternal versus vena dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian (catatan : satu gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1 ml kehilangan darah)

- Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama messase

- Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada Tekanan Darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia (rujuk pada DK : perfusi jaringan, perubahan)

- Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian

- Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikasi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar

- Meningkatkan relaksasi dapat menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik


2 . Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
DO:
- Penurunan pulsasi arteri,
- Ekstremitas dingin
- Perubahan tanda-tanda vital
- Pelambatan pengisian kapiler
- Penurunan produksi ASI
DS:
- Ibu mengatakan Asi sedikit
- Ibu mengatakan tangan dan kakinya dingin

Tujuan : Tidak terjadi perfusi jaringan
Kriteria hasil :
• Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal
• Ekstremitas hangat
• Kapiler refill <> 35 tahun
§ Paritas > 3 kali
§ Inaktivitas
§ Kelahiran cesar
§ Diabetes mellitus

by.A@ SOIM H

Rabu, 08 Juli 2009

HALUSINASI

LAPORAN PENDAHULUAN

1. KASUS (Masalah Utama)
Saat dikaji pasien terlihat menyendiri Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara aneh. Suara itu seperti suara pamannya yang telah meninggal satu tahun yang lalu. Biasanya suara itu datang ketika dia sedang menyendiri , terutama pada malam hari.
2. PROSES TERJADI MASALAH
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik (Depkes,1998).
Halusinasi didefinisikan sebagai pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori (Ragmun,2001). Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri sering didapatkan duduk terpaku dengan pandangan pada satu arah tertentu, tersenyum/berbicara sendiri,
Tidak jarang pasien halusinasi menolak kenyataan (realita) yang ada disekitarnya, sering merasa sangat takut dan panik jika melihat halusinasinya, sehingga ia menyerang lingkungan/lari ketakutan, gelisah, cemas dan berteriak.
Pada pasien gangguan jiwa yang didengarnya sebagian besar tidak merasa terganggu oleh suara-suara yang didengarnya dan memperlakukan halusinasi sebagai sahabat sehingga dapat membedakan suara-sura yang didengarnya dari lingkungannya.Halusinasi dapat diakibatkan oleh keadaan klien yang merasa harga diri rendah ,tidak mampu, tidak berdaya,menarik diri.
3. A. POHON MASALAH
Resiko perilaku kekerasan /Resiko mencederai diri dan orang lain (Efek)

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi (Core Problem)

Isolasi sosial : Menarik diri (Causa)
B. MASALAH KEPERAWATAN
1) Resiko perilaku kekerasan
DS : Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara aneh mengajaknya untuk memukul diri sendiri.
DO: Pasien terlihat membenturkan kepalanya ke tembok.
2) Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
DS : Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara aneh.
DO: - Pasien terlihat diam dan menyendiri.
- Pasien terlihat pandangannya kosong.
3) Isolasi sosial : Menarik diri
DS : Pasien mengatakan sering menyendiri, berpisah dari teman-temannya.
DO: Pasien terlihat diam dan melamun.
4. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1) Resiko perilaku kekerasan b.d halusinasi
2) Perubahan persepsi sensori: Halusinasi b.d menarik diri
5. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

KOR PULMONALE

KOR PULMONALE










Disusun Oleh:
A@ SOIM








SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
PRODI DIII KEPERAWATAN
2008
KOR PULMONALE

Kor pulmonale merupakan suatu keadaan dimana timbul hipertrofi dan dilatasi ventrikle kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan, timbul akibat penyakit yang menyerang struktur atau fungsi paru-paru atau pembuluh darahnya. Definisi ini menyatakan bahwa penyakit jantung kiri maupun penyakit jantung bawaan tidak bertanggung jawab atas patogenesis kor pulmonale. Kor pulmonale dapat terjadi akut (contohnya: emboli paru-paru masif) atau kronik, pembahasan berikut menerangkan tentang kor pulmonale kronik.
Insidens yang tepat dari kro pulmonale tidak diketahui, karena seringkali terjadi tanpa dapat dikenali secara klinis yaitu pada waktu otopsi, diperkirakan insidens kor pulmonale adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung berdasarkan hasil penyelidikan yang memakai kriteria ketebalan dinding ventrikel postmortem (Fishman, 1998).

Fungsi Normal dari Sirkulasi Paru-Paru
Sirkulasi paru-paru terletak diantara ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan pertukaran gas. Dalam keadaan normal, aliran darah dalam anyaman vaskuler paru-paru tidak hanya tergantung dari ventrikel kanan tetapi juga dari kerja pompa pada pergerakan pernafasan. Karena sirkulasi paru-paru normal merupakan sirkulasi yang bertekanan dan resistensi rendah, maka curah jantung dapat meningkat sampai beberapa kali (seperti yang terjadi pada waktu latihan fisik) tanpa peningkatan bermakna dari tekanan arteria besarnya kapasitas anyaman vaskuler paru-paru, dimana perfusi normal hanya 25% dalam keadaan istirahat, serat kemampuan untuk menggunakan lebih banyak pembuluh sewaktu latihan fisik.

Etiologi dan Patogenesis
Penyakit-penyakit yang menyebabkan kor pulmonale adalah penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperit emboli paru-paru berulang, dan penyakit yang menganggu aliran darah paru-paru akibat penyakit pernafasan obstruktif dan restriktif. PPOM terutama jenis bronkitis, merupakan penyebab tersering dari kor pulmonale. Penyakit-penyakit pernafasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonale dapat berupa penyakit-penyakit “intrinsik” seperti fibrosis paru-paru difus, dan kelainan “ekstrinsik” seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis atau gangguan neuromuskuler berat yang melibatkan otot-otot pernafasan. Akhirnya penyakit vaskuler paru-paru yang mengakibatkan obstruksi terdapat aliran darah dan kor pulmonale cukup jarang terjadi dan biasanya merupakan akibat dari emboli paru-paru berulang.
Apapun penyakit awalnya sebelum timbul kor pulmonale biasanya terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru-paru dan hipertensi pulmonar. Hipertensi pulmonar pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan resistensi vaskuler paru-paru pada arteria dan arteriola kecil.
Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru-paru adalah:
1. Vasokontriksi hipoksik dari pembuluh darah paru-paru
2. Obstruksi dan atau obeliterasi anyaman vaskuler paru-paru.
Mekanisme yang pertama tampaknya paling penting dalam patogenesis kor pulmonale. Hipoksemia, hiperkopnea dan asidosis yang merupakan ciri khas dari PPOM bronkhitis lanjut adalah contoh yang paling baik untuk menjelaskan kedua mekanisme itu terjadi. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang lebih kuat untuk menimbulkan vasokintriksi volmunar dari pada hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertropi otot polos arteriola paru-paru, sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis hiperkapnea dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnea, juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru-paru.
Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskular dan tekanan arteria paru-paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema dicirikan oleh kerusakan bertahap dari struktur alveolar dengan pembentukan bula dan obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya. Hilangnya pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru-paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik dari volume paru-paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskular diperkirakan tidak sepenting vasokintriksi hipoksia dalam patogenesis kor pulmonale. Kira-kira 2/3 sampai ¾ dari anyaman vaskular harus mengalami obstruksi atau rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteria paru-paru yang bermakna. Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernafasan dan penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar atau akibat kelainan perfusi-ventilasi. Dalam pembahasan diatas jelas diketahui bahwa setiap penyakit paru-paru yang mempengaruhi pertukaran gas mekanisme ventilasi atau anyaman vaskuler paru-paru dapat mengakibatkan kor pulmonale.


pathway




























Manifestasi Klinis
Diagnosis kor pulmonale terutama berdasarkan pada dua kriteria:
1. Adanya penyakit pernafasan yang disertai hipertensi pulmonar.
2. Bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan.
3. Adanya hipoksemia yang menetap, hiperkapnea dan asidosis atau pembesaran ventrikel kanan pada radiogram menunjukkan kemungkinan penyakit paru-paru yang mendasarinya. Adanya emfisema cenderung mengaburkan gambaran diagnosis kor pulmonale. Dispnea timbul sebagai gejala emfisema atau tanpa kor pulmonale. Dispnea yang memburuk dengan mendadak atau kelelahan, sinkop pada waktu bekerja atau rasa tidak enak angina pada substernal mengisyarakatkan keterlibatan jantung. Tanda-tanda fisik dari hipertensi pulmonal berupa kuat angkat sistolik pada area parasternal, mengerasnya bunyi pulmonik kedua dan bising akibat insufisiensi katup trikus pidalis dan pulmonalis. Irama gallop (S3 dan S4), distensi vena jugularis dan gelombang A yang menonjol hepatomegali dan edema perifer dapat terlihat pada pasien dengan gagal ventrikel kanan.

Penanganan Kor Pulmonale
Penganganan kor pulmonale ditunjukkan untuk memperbaiki hipoksia alveolar dan vasokontriksi paru-paru yang diakibatkannya. Dengan pemberian oksigen konsentrasi rendah dengah hati-hati. Pemakaian oksigen yang terus-menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonar, polisitemia dan takipnea memperbaiki keadaan umum, dan mengurangi mortalitas (Kersten, 1989). Bronkodilator dan antibiotik membantu meredakan obstruksi aliran udara pada pasien-pasien PPOM. Pembatasan cairan yang masuk dan diuretik mengurangi tanda-tanda yang timbul akibat gagal ventrikel kanan. Terapi antikoagulansia jangka panjang diperlukan jika terdapat emboli paru-paru berulang.


DAFTAR PUSTAKA

Boughman, Diane.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Buku Saku dari Brunner dan Suddarth. EGC: Jakarta.

Price, SA. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC: Jakarta.

http://www.kalbe.co.id

LABIOPALATOSHIZIS

LABIOPALATOSHIZIS

A. Definisi
Labiopalatoshizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palatosizis (sumbing palatum) san labiosisi (sumbing bibir) yang terjadi akibat gagalnya jaringan lunak (struktur tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Aziz alimul, 2006)
Labiopalatoshizis adalah suatu kelainan bawaan dimana terdapat cacat/celah pada bibir dan palatum akibat terganggunya fungsi selama masa kehamilan (http://www.info-sehat.com)
Celah bibir adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung.
Celah langit-langit adalah suatu saluran abnormal yang melewati langit-langit mulut menuju ke saluran udara di hidung

B. Etiologi
1. Faktor hereditas (kawin antar kerabat)
2. Obat-obatan
3. Nutrisi (kekurangan zat seperti vitamin B6 dan B kompleks, asam folat)
4. Infeksi sifilis, virus, rubella pada usia kehamilan muda
5. Radiasi
6. Stress emosional
7. Trauma (pada trimester I)

C. Manifestasi Klinis
1. Pemisahan bibir (sabiosisis)
2. Pemisahan langit-langit (patolosisis)
3. Pemisahan bibir dan langit-langit (Labiopalatoshizis)
4. Distorsi hidung
5. Infeksi telinga berulang
6. Berat badan tidak bertambah
7. Regurgitasi nasal ketika menyusu (air susu keluar dari lubang hidung)

D. Patofisiologi
Proses terjadinya Labiopalatoshizis terjadi ketika kehamilan trimester I. pada trimester I terjadi proses perkembangan pembentukan berbagai organ tubuh dan saat itu terjadi kegagalan fusi/penyatuan prominen maksilaris dengan prominem nasalis medial yang diikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Masa kritis fusi tersebut terjadi sekitar minggu ke-6 paska konsepsi
Apabila terjadi kegagalan dalam penyatuan proses nasal medial dan maksilaris maka dapat mengalami labiosisis dan proses penyatuan tersebut akan terjadi pada usia 6-8 minggu. Kemudian apabila terjadi kegagalan penyatuan pada susunan palato selama masa kehamilan 7-12 minggu akan mengakibatkan palatosisis



F. Pathway





























G. Pengkajian
1. Eksplorasi sikap penerimaan keluarga terhadap bayi
2. Kaji jika terjadi kesukaran dalam menghisap, menelan, makan, terjadi penurunan bernafas, mudah tersedak, distress pernafasan dan dispnea.
3. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya distorsi hidung, adanya celah pada bibir, hidung, langit atau bibir dan hidung.
4. Peruksa turgor dan warna kulit jika terjadi penyimpangan.

H. Penatalaksanaan
1. Tahap praoperasi
a. Mempersiapkan ketahanan tubuh bayi untuk menerima tindakan operasi
b. Asupan gizi yang cukup, dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai pada usia yang memadai (BB sekitar 4-5 kg, Hb> 10 gr %, usia lebih dari 10 minggu).
2. Tahap operasi
a. Pembedahan pada bibir sumbing optimal pada usia 3 bulan
b. Sedang pembedahan sumbing pada palatum optimal pada usia 18-20 bulan karena anak aktif bicara usia 2 tahun dan selanjutnya sebelum anak masuk sekolah, operasi sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech, teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara menjadi sengau pada saat bicara.
3. Tahap setelah operasi
Biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada oerang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing, luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MASALAH LABIOPALATOSHIZIS

Kasus
By.I (perempuan) usia 1 minggu mempunyai kelainan kongenital labiopalatoshizis. Bayi dibawa ke poliklinik anak RS Gombong. Dari anamnesa dengan ibunya. Klien lahir dirumah dengan pertolongan bidan desa. Inu klien mengatakan bayinya tidak bisa makan dan minum susu, setiap kali ASI diberikan masuk ke hidung dan bayi tersedak. BB lahir 2700 gram, PB : 40 cm, BB sekarang 2500 gram. Klien tampak pucat dan lemah. Ibu klien mengatakan khawatir terhadap keadaan bayinya yang kedua dan selalu bertanya pada perawat apakah bayinya bisa sembuh. Tanda-tanda vital TD : tidak diukur, N : 130x/menit, S : 380C, RR: 32 x/menit.

Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan
1. DS : Ibu klien mengatakan bayinya tidak bisa makan dan minum susu
DO :
- BB turum dari 2700 gram menjadi 2500 gram
- PB : 40 cm
DX Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan menghisap dan menelan
Intervensi :
a. Monitor atau observasi kemampuan menelan dan menghisap
b. Gunakan fot/botol dengan lubang di pinggir dan letakkan lubang dot diatas lidah.
c. Anjurkan agar jangan mengangkat dot selama bayi menghisap
d. Sendawakan dengan sering selama pemberian makan
e. Kolaborasi dalam rencana pembedahan
2. Ds : ibu klien mengatakan setiap kali ASI diberikan masuk ke hidung dan bayi tersedak
Do : Klien tampak pucat dan lemah
N : 130 x/menit, T : 30,5 0 C, RR : 32 x/menit
DX keperawatan
Resiko aspirasi b.d ketidak mampuan mengeluarkan sekresi secara spontan sehingga tidak mampu menghisap.
Intervensi :
a. Atur posisi kepala dengan mengangkat kepala waktu minum atau makan
b. Gunakan dot yang panjang saat memberikan ASI
c. Gunakan palatum buatan (jika diperlukan)
d. Lakukan penepukan punggung setelah pemberian makan
e. Monitor status pernafasan sebelum pemberian makan seperti frekuensi napas, irama, serta tanda-tanda adanya aspirasi.

3. DS : ibu klien mengatakan khawatir terhadap keadaan bayinya yang kedua
DO : Ibu klien selalu bertanya apakah bayinya bisa sembuh
DX Keperawatan :
Kecemasan b.d kurang pengetahuan tentang kondisi bayinya
Intervensi
a. Beri dorongan kepada ibu klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
b. Bantu pasien untuk mekanisme koping untuk mengurangi kecemasan
c. Jelaskan tentang kondisi yang dialami anaknya
d. Jelaskan dan demonstrasikan kepada ibu klien cara perawatan, pemberian makan dengan alat, cara mencegah infeksi, cara mencegah aspirasi, cara pengaturan posisi dan cara membersihkan mulut setelah makan.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, AZIZ Alimun A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta. Salemba Medika.

Markum. AH. 1991. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta : Fakultas Kedoketan Universitas Indonesia.

Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit . Jakarta : EGC.

http://www.info-sehat.com/content.php?s-sid-80.

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Topik : Kejang Demam
Sub Topik : Penanganan kejang deman
Penyuluh : Puji Restiani
Sasaran : Ibu-ibu pkk ( 10 orang )
Tempat : Posyandu Sidayu
Hari/ Tgl : Rabu / 30 Januari 2008
Waktu : 25 Menit
A. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum ( TIU )
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 25 menit diharapkan ibu-ibu pkk dapat memahami tentang kejang demam dan cara penanganannya.
. b. Tujuan Instruksional Khusus ( TIK )
Setelah dilakukan penkes selama 25 menit diharapkan ibu-ibu pkk mampu :
1. Menjelaskan pengertian kejang demam
2. Menyebutkan faktor penyebab kejang demam
3. Menyebutkan tanda dan gejala kejang demam
4. Menjelaskan cara penanganan kejang demam
B. Materi pembelajaran
1. Pengertian kejang demam
2. Faktor penyebab kejang demam
3. Tanda dan gejala kejang demam
4. Cara penanganan kejang demam
C. Metode Pembelajaran
Ceramah dan tanya jawab

D. Alat Bantu Pembelajaran
1. Lembar balik


E. Strategi Pembelajaran
No Waktu Perawat Respon Klien
1. 5 menit pertama
(Pra interaksi )
 Mengucapkan salam
 Menanyakan keadaan
 Menyampaikan tujuan
 Mengingatkan kontrak
 Menyakan kesiapan  Menjawab salam
 Keadaan ibu-ibu pkk baik
 Mengerti tujuan
 Mengingat kontrak
 Siap mendengarkan
2. 15 menit
(Interaksi) 1.Menjelaskan materi
 Pengertian kejang demam
 Faktor penyebab kejang demam
 Tanda dan gejala kejang demam
 Cara penanganan kejang demam
2. Memberikan kesempatan ibi-ibu pkk untuk bertanya
 Mendengarkan






 Saling Tanya jawab
3. 5 menit
(Terminasi) 1. Menyimpulkan hasil penjelasan
2. Evaluasi keberhasilan penkes
3. Memberikan reinforcement
4. Salam penutup  Mengerti materi

 Mampu menjawab

 Sangat senang

 Menjawab salam

F. Evaluasi
1. Apakah pengertian kejang demam ?
2. Sebutkan 2 dari 6 faktor penyebab kejang demam ?
3. Sebutkan 2 dari 6 tanda dan gejala kejang demam ?
4. Sebutkan 3 dari 8 cara penanganan kejang demam ?

MATERI
KEJANG DEMAM

1.Pengertian
Kejang Demam: Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal diatas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia < 6 bulan atau > 3 tahun.

2. Faktor Penyebabnya
 Peningkatan suhu tubuh
 Demam
 Kuman
 Virus
 Radang otak
 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

3. Tanda-tanda dan Gejala
 Gerakan tangan, kaki dan muka yang menyentak-nyentak atau kaku
 Bola mata berputar ke arah belakang kepala
 Pernafasan bermasalah hilang kesadaran
 Mengompol
 Muntah
 Suhu badan meningkat - biasanya lebih dari 102 F/ 38.5 C
4. Penanganan kejang demam
1. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak
2. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang
3. Jangan diselimuti dengan selimut tebal, karena malah akan menambah demamnya akibat pembebasan panas dari dalam tubuh terhambat.
4. Pakaian yang kencang hendaknya dilepaskan atau dilonggarkan.
5. Menekan lidah dengan gagang sendok yang dibalut kain atau kasa bersih. Tujuannya agar jalan napas tetap terbuka dan lidah si anak tidak tergigit sewaktu kejang.
6. Dengan membalurkan cairan alkohol ke bagian dada, tengkuk, dan dahi si anak.
7. Bagi yang tidak tahan pada baunya, anak cukup dikompres air hangat suam-suam kuku dengan harapan saat air hangat menguap, panas dari tubuh si anak ikut terangkat.
8. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas



Sumber :
(http://www.medicastore.com/med/hot_topik.php?id=116&iddtl=&idktg=&idobat=&UID=20080123084622125.163.249.33)

KEJANG DEMAM

1.Pengertian
Kejang Demam: Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rectal diatas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia < 6 bulan atau > 3 tahun.

2. Faktor Penyebabnya
 Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan biasanya terjadi di hari pertama demam (bisa juga pada saat demam turun). Kejang karena demam ini biasanya diakibatkan adanya infeksi di dalam tubuh anak, seperti infeksi saluran telinga, atau roseola (menyebabkan kelopak mata membengkak dan bercak2 di tubuh).
 Infeksi otak dan batang tulang belakang (sistem syaraf pusat) . Contohnya meningitis, yaitu kondisi dimana membran (seperti) selimut otak terinfeksi. Atau enchepalitis, yaitu radang otak.

3. Tanda-tanda dan Gejala
 Gerakan tangan, kaki dan muka yang menyentak-nyentak atau kaku
 Bola mata berputar ke arah belakang kepala
 Pernafasan bermasalah hilang kesadaran
 Mengompol
 Muntah
 Suhu badan meningkat - biasanya lebih dari 102 F/ 38.5 C
4. Penanganan kejang demam
 Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak
 Jangan memegangi anak untuk melawan kejang
 jangan diselimuti dengan selimut tebal, karena malah akan menambah demamnya akibat pembebasan panas dari dalam tubuh terhambat. Selain itu, pakaian yang kencang hendaknya dilepaskan
 Memasukkan sendok makan yang dibalut saputangan bersih, lalu gagang sendok diselipkan diantara gigi atas dan bawah. Tujuannya agar jalan napas tetap terbuka dan lidah si anak tidak tergigit sewaktu kejang.
 dengan membalurkan cairan alkohol ke bagian dada, tengkuk, dan dahi si anak. mengusapkan tumbukan bawang merah dicampur jeruk nipis dan sedikit minyak kayu putih pada dada serta perut si anak.
 Bagi yang tidak tahan pada baunya, anak cukup dikompres air hangat suam-suam kuku dengan harapan saat air hangat menguap, panas dari tubuh si anak ikut terangkat.
 Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat
 Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas

Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, , tindakan awal yang mesti dilakukan

BATU GINJAL

LAPORAN PENDAHULUAN

________________________________________
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN
________________________________________

KONSEP MEDIS

Pengertian
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).

Insidens dan Etiologi
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik, meliputi:
1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.

Faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih
Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah:
1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.
2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.
3. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.

Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.

Batu Kalsium
Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah:
1. Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.
2. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
3. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.
4. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
5. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium ddengan oksalat.

Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

Batu Urat
Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.


Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal)

















Gambaran Klinik dan Diagnosis

Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didaptkan demam/menggigil.
Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).
Pemeriksaan pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen.
Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.

Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.

Pencegahan
Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun.
Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari
2. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
3. Aktivitas harian yang cukup
4. Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat
3. Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
4. Rendah purin
5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II

FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk
- Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi
- Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)

2. Sirkulasi
Tanda:
- Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
- Kulit hangat dan kemerahan atau pucat

3. Eliminasi
Gejala:
- Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
- Penrunan volume urine
- Rasa terbakar, dorongan berkemih
- Diare
Tanda:
- Oliguria, hematuria, piouria
- Perubahan pola berkemih

4. Makanan dan cairan:
Gejala:
- Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
- Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat
- Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
Tanda:
- Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
- Muntah

5. Nyeri dan kenyamanan:
Gejala:
- Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)
Tanda:
- Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi
- Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

6. Keamanan:
Gejala:
- Penggunaan alkohol
- Demam/menggigil

7. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis
- Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme
- Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

1. Tes Diagnostik
Lihat konsep medis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.
2. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.


INTERVENSI KEPERAWATAN

Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar.



2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi.


3. Lakukan tindakan yang mendukung kenyamanan (seperti masase ringan/kompres hangat pada punggung, lingkungan yang tenang)

4. Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik.

5. Batu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas toleransi jantung.

6. Perhatikan peningkatan/menetapnya keluhan nyeri abdomen.



7. Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi:
- Analgetik



- Antispasmodik


- Kortikosteroid



8. Pertahankan patensi kateter urine bila diperlukan. Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas.
Melaporkan nyeri secara dini memberikan kesempatan pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas.

Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.



Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot.


Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.

Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut.



Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi otot/mental.
Menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan kolik dan nyeri.

Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu.

Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.


Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Awasi asupan dan haluaran, karakteristik urine, catat adanya keluaran batu.

2. Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi yang terjadi.




3. Dorong peningkatan asupan cairan.


4. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.

5. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, kreatinin)
6. Berikan obat sesuai indikasi:
- Asetazolamid (Diamox), Alupurinol (Ziloprim)

- Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril), Klortalidon (Higroton)

- Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat (Sal-Hepatika)

- Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)

- Antibiotika

- Natrium bikarbonat




- Asam askorbat

7. Pertahankan patensi kateter tak menetap (uereteral, uretral atau nefrostomi).
8. Irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai indikasi.

9. Siapkan klien dan bantu prosedur endoskopi. Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi. Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi
Batu saluran kemih dapat menyebabkan peningkatan eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila batu mendekati pertemuan uretrovesikal.
Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, debris dan membantu lewatnya batu.
Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.
Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan disfungsi ginjal

Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan pembentukan batu asam.

Mencegah stasis urine ddan menurunkan pembentukan batu kalsium.

Menurunkan pembentukan batu fosfat


Menurnkan produksi asam urat.


Mungkin diperlukan bila ada ISK

Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan batu.

Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnay pembentukan batu alkalin.
Mungkin diperlukan untuk membantu kelancaran aliran urine.

Mengubah pH urien dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
Berbagai prosedur endo-urologi dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu.

Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Awasi asupan dan haluaran


2. Catat insiden dan karakteristik muntah, diare.



3. Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari.


4. Awasi tanda vital.


5. Timbang berat badan setiap hari.


6. Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht dan elektrolit.

7. Berikan cairan infus sesuai program terapi.

8. Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan klien.



9. Berikan obat sesuai program terapi (antiemetik misalnya Proklorperasin/ Campazin).

Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal.

Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka menghubungkan kedua ginjal dengan lambung.

Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu keluar.

Indikator hiddrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.

Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi.

Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi.

Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan per oral tidak cukup)

Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas saluran cerna, mengurangi iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.

Antiemetik mungkin diperlukan untuk menurunkan mual/muntah.



Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Tekankan pentingnya memperta-hankan asupan hidrasi 3-4 liter/hari.


2. Kaji ulang program diet sesuai indikasi.
- Diet rendah purin
- Diet rendah kalsium
- Diet rendah oksalat
- Diet rendah kalsium/fosfat


3. Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas.



4. Jelaskan tentang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berulang, hematuria, oliguria)


5. Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap luka insisi dan kateter bila ada.

Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesemapatan stasis ginjal dan pembentukan batu.

Jenis diet yang diberikan disesuaikan dengan tipe batu yang ditemukan.






Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk mengoreksi asiditas atau alkalinitas urine tergantung penyebab dasar pembentukan batu.

Pengenalan dini tanda/gejala berulangnya pembentukan batu diperlukan untuk memperoleh intervensi yang cepat sebelum timbul komplikasi serius.

Meningkatakan kemampuan rawat diri dan kemandirian.


________________________________________

DAFTAR PUSTAKA

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Purnomo, BB ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.